Jumat, 28 Oktober 2016

Perempuan Wajib Bisa Bela Diri!

dokumen pribadi

Ditulis oleh Syintia Febrianti

Perempuan identik dengan paras cantik dan lemah lembut. Terkadang kecantikan tak melulu harus dengan polesan makeup tebal dan berjalan bak model di catwalk. Karena pada hakekatnya, Tuhan Yang Maha Esa telah menciptakannya dengan sebaik-baik bentuk.

Di zaman modern saat ini, tingkat kejahatan terhadap perempuan terbilang tinggi. Salah satu alasannya karena perempuan itu merupakan makhluk yang lemah dan posisinya lebih rendah dibandingkan laki-laki. Istilah pribahasa ada yang mengatakan bahwa perempuan selalu dibawah ketiak laki-laki. Tak heran, perempuan dijadikan objek kejahatan seksual kaum adam.

Namun, bagaimana jika perempuan-perempuan cantik jago bela diri pencak silat? Ya, seni bela diri adalah suatu kesenian yang timbul untuk mempertahankan atau membela diri. Sedangkan Pencak silat adalah suatu seni bela diri tradisional asal Indonesia yang memerlukan banyak konsentrasi. (Wikipedia)

Perempuan yang mengikuti seni bela diri mempunyai penilaian tersendiri, mereka akan terlihat tangguh dengan mengenakan baju pansi - baju khas seni bela diri pencak silat - saat latian berlangsung. Namun, akan tetap terlihat anggun dengan aura yang terpancar dengan sendirinya secara alami dan natural.

Perempuan jago silat itu jauh lebih percaya diri ketika berpergian, ia tak perlu membawa pengawal pribadi untuk melindunginya dari kejahatan di luar sana. Tapi mereka harus tetap berhati-hati dan waspada, karena kita tidak tahu bagaimana bentuk kejahatan yang akan terjadi.

Perempuan yang mengikuti olahraga seni bela diri pencak silat patut merasa bangga, karena selain belajar membela diri dengan teknik-teknik pencak silat, ia juga telah menjaga warisan budaya bangsa.

Jadi tunggu apa lagi, perempuan harus bisa bela diri sebelum kejahatan terjadi. Dan sebaiknya mereka belajar trik-trik ilmu bela diri pencak silat atau seni bela diri yang lain. Dengan begitu, laki-laki akan segan dan lebih menghormati kita sebagai kaum perempuan yang patut dijaga.

Rabu, 26 Oktober 2016

Selamat Jalan Bapak

Setiap hembusan nafas pasti akan terhenti; yang hidup pasti akan mati. Bahwasanya jodoh, rezeki, dan maut itu sudah ditentukan oleh Sang Maha Pencipta.

Tak terasa waktu berjalan begitu cepat, ia seperti menikam siapapun setiap saat. Ia mengubah usia dengan detiknya yang terus menerus berputar. Aku bahkan tak mampu untuk mencegahnya.

Hari ini hatiku masih berduka, mengingat kemarin dan waktu yang lampau telah memanggil satu per satu pahlawan tanpa tanda jasaku, ya mereka adalah dosen-dosenku.

Alm. Bapak St. Kristyono, Alm. Bapak Bambang Purwanto, dan Alm. Bapak Yustiaman Barus dipanggil Sang Khalik ditahun ini, 2016. Duka yang mendalam menyelimuti hatiku, hatimu, dan hati kita.

Begitu banyak kenangan kami bersamamu, bahkan aku takkan pernah lupa. Saat Alm. Bapak St. Kristyono menegurku, karena aku melamun dijam pelajarannya sehingga membuatku belum selesai mencatat tulisannya dengan baik. "Belum selesai? Melamun saja daritadi saya liat," ucap Alm. Bapak Kristyono kepadaku.

Sebelum Alm. Bapak Bambang Purwanto pergi, masih ingat jelas dihari sebelumnya aku bertemu dengannya di ruang dosen, almarhum menyuruhku untuk masuk kedalam. "Gapapa masuk aja," ungkap alm. Bapak Bambang Purwanto sambil tersenyum.

Alm. Bapak Yustiaman Barus, kupikir masih belum lama diajarkan oleh beliau, tepat disemester 4. Banyak kata-kata motivasi dan cerita-ceritamu dulu di depan kelas.

Begitu banyak hal yang takkan terlupakan. Semoga ilmu yang engkau berikan takkan pernah terputus dan Allah jadikan sebagai pemberat amal.
Selamat jalan Bapak, tempat terbaik dari yang terbaik untukmu. Aamiin

Sabtu, 22 Oktober 2016

Semangat Sopir Pencari Rupiah

Jalanan ibu kota bagaikan teman bertamasya setiap hari, mencari rupiah yang halal untuk keluarga di rumah. Tak ayal, deretan angkot begitu padat seperti antrean pelepas dahaga ketika didalamnya terisi penuh.

Tiba-tiba terdengar suara di ujung jalan yang mengatakan agar segera pergi. "Majukan angkotnya, dibelakang macet tuh!" ungkap pria penjual koran itu.

Aku, sang penghuni angkot itu. Entah harus merasa bahagia karena angkotku segera melaju atau malah sebaliknya. Aku sadar, antrean yang begitu panjang dan memakan waktu lama itu menguras tenaganya. Sejenak aku berpikir bahwa aku hanyalah sebagian kecil yang sangat membutuhkan jasanya.

Para sopir itu rela menunggu antrean, karena ia sadar harus membawa rupiah untuk keluarga di rumah. Ia bangun sangat pagi, bersahabat dengan dingin menusuk tulang. Siang hari, harus berpanasan dengan teriknya matahari. Malam hari, melawan kantuk yang amat menyiksa.

Semangat Sang Sopir meruntuhkan keluhnya. Berjuang demi rupiah, untuk keluarga terkasih.

Minggu, 02 Oktober 2016

RINDU YANG TAK BERUJUNG


Ilustrasi by kiokarma.com



Minggu Senja pukul 17:00

Langkah kaki Citra perlahan-lahan mulai menjauhi sudut halaman di seberang jalan itu, melewati lorong-lorong yang hampir gelap hingga ia tiba di tepi jalan yang padat akan lalu-lalang kendaraan. Sudut halaman yang ia singgahi itu menyimpan puluhan bahkan ratusan kenangan yang terjadi di masa silam. Rasanya tak mudah menerima kenyataan bahwa saat ini Citra hanya berjalan sendirian di bawah langit senja.
Citra adalah gadis yang beranjak dewasa, bertubuh mungil, dan berparas ayu. Ia mempunyai 4 orang sahabat diantaranya Fira si gadis cantik dan cerewet, Nada si gadis kurus, tinggi, dan cuek, Salwa si gadis pintar dan lugu, serta Yura si gadis ceria dan humoris. Mereka bersahabat sejak di bangku Sekolah Menengah Pertama atau biasa dikenal dengan sebutan SMP.
            Kebersamaan Citra, Fira, Nada, Salwa, dan Yura dinamakan “Lima Bintang Senja”, yakni karakter yang berbeda-beda tapi saling melengkapi. Kebersamaan yang takkan pernah terlupakan, karena Citra masih menggenggam erat semua kenangan-kenangan itu.
            Sejak lulus dari SMP, semua nampak berbeda seiring dengan perbedaan sekolah dari SMP ke SMA. Tak ada lagi pulang sekolah bersama, bermain di akhir pekan pun agak sulit dengan berbagai macam alasan satu sama lain, dan untuk saling mengabari via sms atau yang lainnya pun jarang.
            Citra melamun di tepi jalan, ia mengingat janji yang pernah terucapkan. Janji yang mengatakan bahwa jarak tak akan pernah bisa memisahkan kita. Hingga pada akhirnya, ia harus bersahabat dengan rindu, karena rindu itu sungguh berat ia tak mampu melawannya dan hanya menyimpan kenangan indah dilubuk hati.

Tiba-tiba ada pria menepuk bahu Citra.
“Kamu sedang apa di sini sendirian, Cit?” kata pria tersebut.
“Emm, aku kebetulan lewat aja.” ucap Citra terbata-bata.
“Yaudah, ayo aku antar pulang. Tak baik gadis sepertimu pulang sendirian, apalagi hari mulai gelap.” ajak pria itu sambil menyuruh Citra naik ke belakang motornya.
“Baiklah, terima kasih ya.” balas Citra sambil menaiki motor itu.

Disepanjang perjalanan Citra hanya diam tak berkata sedikit pun, duduk mematung sambil melamun. Pria itu paham, ia tak bertanya apapun kepada Citra. Raut wajah Citra sudah menggambarkan bahwa ia sedang tak bersahabat kali ini.
Laju kendaraan kian memperlambat, hingga akhirnya berhenti di depan rumah Citra. Citra turun sambil mengucapkan terima kasih, pria itu pun pergi, dan Citra akhirnya masuk ke dalam.

Satu bulan kemudian
Hari demi hari berlalu.

“Mereka sepertinya terlihat bahagia. Aku pun bahagia jika mereka bahagia. Tak terhitung sudah berapa lama kita tak berjumpa, bahkan untuk mengirim pesan saja kita sudah tak mampu. Aku tahu mereka bahagia walau tanpa ada kebersamaan lagi diantara kita. Tapi, sejauh apapun jarak pasti doa akan sampai.” ucap Citra dalam hatinya.
Namun, tiba-tiba dering handphonenya berbunyi, ada pesan masuk yang tak ia tahu dari siapa. Pesan itu berisi kata-kata indah, Sepucuk Surat Untuk Sahabat-Sahabatku, kata-kata itu sungguh memperjelas  tentang hubungan kami yang sudah lama tak saling bertukar kabar.

“MasyAllah, ini Salwa ya?” balas whatsapp Citra kepadanya.
“Iya nih, kamu apa kabar?” tanya Salwa.
“Alhamdulillah aku baik-baik saja, bagaimana denganmu?” ucap Citra lagi.

Ini adalah kali pertama mereka saling berbalas pesan, bahagia rasanya mengetahui perasaan sahabat sendiri. Apalagi kata-kata yang ia tuliskan sangatlah indah dan pasti akan membuat haru siapapun yang membacanya.
Sedih memang kehilangan sahabat yang dulu selalu ada, yang selalu berbagi cerita bersama dan membutuhkan waktu yang panjang untuk menceritakannya, karena kata-kata yang terucap itu memberitahukan bahwa banyak sekali moment bahagia yang ingin disampaikan.
Hingga pada akhirnya Citra sadar, waktu yang paling berharga takkan mampu ia ulang kembali. Citra harus terus berjalan kedepan, tidak boleh melangkah mundur terlalu jauh. Citra hanya mampu menuliskan sebuah surat untuk sahabat-sahabatnya, berharap mereka membacanya, dan Citra berkata “See you on the TOP, Kawan! Aku akan merindukan kalian.”


Catatan Rinduku
Citra

Mungkin karena jarak dan kesibukan yang menyita waktu kebersamaan kita, sehingga untuk berjumpa hanyalah ekspetasi saja. Aku selalu ngingat indahnya cerita tentang persahabatan kita, kisah yang sudah kita jalin 5 tahun lamanya. Apakah kalian masih ingat tentang mimpi-mimpi kita? Iya, mimpi bersahabat selamanya hingga tua nanti. Kawan, mungkin kini kertasku sudah mulai usang. Tapi ingatlah, hatiku tak seusang kertasku. Aku selalu rindu untuk selalu berlima denganmu, dengan sahabat-sahabatku.

Jika dahulu lebih indah dari sekarang, aku memilih untuk tetap berada dimasa lalu bersamamu, sahabatku. Jika sekarang aku mati suri didalam benak kalian. Maka biarlah aku hidup kembali, walau hanya ada sisa ruang yang sangat kecil dihatimu. Karena aku takut benar-benar mati dalam ingatan kalian.
Aku tahu, aku tak sepenuhnya kehilangan kalian.

Tapi tak ingatkah kalian, kita mampu bertemu orang yang dicinta ‘Pacar’ sedangkan kita tak mampu untuk bertemu sekali saja. Kita setiap hari berbalas pesan dengannya, tapi kita tak mampu menanyakan kabar satu sama lain.

Mungkin aku egois, tak mau menghubungi kalian. Tapi inilah caraku untuk mengetahui apakah kalian masih peduli atau tidak sama sekali. Maaf jika aku keluar dari grup percakapan kita bersama. Karena menurutku, untuk apa ada di sana, ada namun tetap mati, sepi, dan tak sama seperti dulu lagi.

Jika dulu tak ada whatsapp kita mampu, kenapa sekarang tak mampu? Apa semakin canggih yang kita gunakan, maka semakin lama pesan yang akan kita kirim.
Sahabat, maafkan aku jika aku salah, ingatkan aku jika aku mulai tak tahu arah.

Sahabat, sejujurnya aku sangat merindukan kalian, seburuk apapun tingkah lakuku, aku tetap ingin selalu bersamamu. Sahabat, jika aku sudah bak orang asing dihidupmu, tolong katakan hal yang membuatku bahagia bahwa aku pernah menjadi sahabat setiamu dulu.
Kutunggu kalian dilain waktu!

Jumat, 23 September 2016

Dia Telah Rentan dan Rapuh

Tetesan air hujan membasahi bumi, begitupun dengan tetesan air mataku. Tangisan itu tanpa henti-hentinya mengalir, hatiku tersayat-sayat, dan pedih tiada tara.

Video di branda facebookku telah melukai hatiku. Betapa tidak, seorang wanita memandikan orang tua itu dengan ganasnya, memukul, bahkan menyiram tanpa belas kasih. Sungguh tega! Tak berani aku melihat video tersebut hingga usai. Hatiku sudah pedih, mataku sudah basah, apalagi mulutku sudah tak sanggup berkata-kata.

Aku yakin, orang tua rentan itu adalah Ibu/Bapaknya. Namun, aku tidak bisa memastikan apakah itu Ibu/Bapaknya, karena aku sudah tak sanggup menontonnya. Yang jelas, orang tua itu sudah rapuh, rentan, dan butuh kasih sayang.

Terkadang ketika sudah besar, kita lupa akan perjuangan, cinta kasih, dan pengorbanan orang tua.

Semakin bertambahnya usia, maka semakin tua Ibu dan Bapak kita. Ketika mereka tua, ingatlah kenangan kita bersamanya. Dulu Ibu memandikan dengan penuh kasih sayang, menyuapi makanan dengan sabar, mengajarkan kita hal yang baru, membantu berjalan, dan masih banyak lagi cinta kasihnya. Lalu Ayah selalu bekerja keras agar kebutuhan anaknya terpenuhi, kerja banting tulang setiap hari, dan masih banyak lagi perjuangannya.

Apakah kita tega berlaku kasar kepadanya? Setelah begitu banyak hal yang mereka lakukan untuk kita. Ketika ia tua, rawatlah mereka sebaik mungkin, nescaya anak-anakmu akan menjaga kamu.